Selasa, 01 Mei 2012

Antara Budaya Indonesia dan Budaya Malaysia

Antara Budaya Indonesia dan Budaya Malaysia

ibu-tua-pecanting-batikJUMAT, 2 Oktober 2009 menjadi hari yang bersejarah bagi rakyat Indonesia. Batik sebagai salah satu kebudayaan khas Indonesia diakui UNESCO sebagai kebudayaan Indonesia. Resminya batik diakui sebagai budaya bukan benda warisan manusia [intengible cultural heritage of humanity]. Rilis resmi UNESCO bisa dilihat di sini. Batik yang dimaksudkan disini adalah batik tulis bukan batik cap. Pengakuan UNESCO terhadap batik ini menjadi cukup riuh dikarenakan sempat menegangnya hubungan Indonesia dan Malaysia akibat ‘pengklaiman budaya-budaya’ Indonesia oleh Malaysia. Dan batik ini konon juga termasuk ke dalam salah satu budaya yang juga diklaim Malaysia
Saya belum pernah ke Malaysia jadi kurang tahu bagaimana batik Malaysia. Namun berdasarkan website yang saya kunjungi, batik Malaysia itu lebih cenderung ke batik cap bukan batik tulis. Jadi antara batik Malaysia dan batik Indonesia yang diakui UNESCO sebagai budaya asli Indonesia itu sepertinya adalah dua bentuk yang berbeda
Bukan batik yang akan saya bahas di sini tapi lebih cenderung ke perseteruan budaya yang akan saya bahas. Jujur saya sering gerah dengan polah Malaysia yang ‘suka mengklaim’ budaya-budaya Indonesia. Berawal dari kegerahan itu kemarin saya mampir ke warisan.gov.my. Website itu adalah website resmi Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia. Di situ dicantumkan budaya-budaya milik Malaysia. Untuk melihat list lengkapnya bisa langsung merujuk ke sini.
Sebelumnya patut diketahui dulu apa itu budaya. Definisi paling sederhana, yang sering sekali diajarkan di sekolah-sekolah, dari sebuah budaya adalah hasil karya, rasa dan cipta dari suatu masyarakat. Oleh karena itu yang namanya kebudayaan tidak hanya berbentuk barang atau benda tapi juga berbentuk abstrak. Kebudayaan itu lahir dari sekelompok masyarakat yang tinggal disuatu wilayah. Sekelompok orang itu nantinya akan membentuk sebuah adat istiadat sendiri.Adat istiadat itu akan melahirkan berbagai mocam produk seperti sistem sosial, tarian, makanan, benda-benda khas, upacara dan bentuk produk lainnya. Bentuk produk itulah baik yang berwujud materiil atau abstrak yang dinamakan sebagai budaya.
Kembali ke kebudayaan yang ada di daftar Kementrian Malaysia. Daftar yang dirilis itu membagi kebudayaan Malaysia menjadi tiga jenis kategori yaitu Tapak Warisan [semacam bangunan bersejarah], Objek Warisan [berbagai objek kebudayaan baik yang berupa tarian, musik, makanan dan rupa budaya lainnya] serta Orang Hidup [tokoh-tokoh penting]. Fokus kita ada di objek warisan. Item yang termaktub di kategori Objek Warisan itu ada yang berupa tarian, makanan, permaianan, alat musik, upacara adat, lukisan dan benda-benda Di daftar yang jumlahnya mencapai 218 item ini jangan kaget jika menemui banyak sekali item yang sangat akrab di telinga kita.
Makanan misalnya anda akan menjumpai rendang, sate, pisang goreng, nasi goreng, ketupat, nasi tumpeng, air kelapa, serundeng, otak-otak dan lain sebagainya. Di alat musik kita akan melihat ada gamelan di situ. Beberapa item lain yang cukup akrab ditelinga kita yaitu wayang kulit, gasing dan pantun. Masih ada satu lagi yang cukup mengejutkan, khitan [beberapa menyebutnya sebagai sunat] yang merupakan tradisi Islam bagi anak laki-laki juga terdaftar di situ.
Pada tahapan ini akhirnya saya berkesimpulan ada perbedaan perspektif antara Indonesia dan Malaysia dalam memandang arti sebuah budaya. Sepertinya Malaysia menganggap segala tradisi yang tumbuh turun temurun di negara itu, entah darimana asalnya, adalah merupakan kebudayaan Malaysia. Jadi ketika misalnya ada orang dari suatu daerah negara lain tinggal di Malaysia dan mengamalkan kebudayaan daerahnya turun temurun kepada anak cucunya, maka kebudayaan itu menjadi kebudayaan Malaysia. Itulah juga mungkin kenapa daftar kebudayaan yang dirilis itu disebut sebagai warisan. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat orang-orang Malaysia di forum-forum yang menyatakan di Malaysia banyak keturunan orang Jawa dan tentunya mereka berhak mengamalkan kebudayaan moyangnya itu di sana. Bukti paling kuat adalah banyaknya kebudayaan berbau Melayu di daftar itu meskipun lagi-lagi banyak warga Malaysia yang menyatakan Melayu itu adalah suku asal Indonesia dan Malaysia. Bukti kuat lainnya ya tradisi berkhitan itu yang juga didaftarkan pemerintah Malaysia.
Di Indonesia sepengetahuan saya perspektifnya berbeda dalam memahami sebuah budaya. Budaya itu ya seperti di definisi awal adalah sesuatu yang tercipta dan berkembang di wilayah itu [bukan sekedar diwariskan]. Misalnya tari pendet. Tarian itu adalah tarian yang tercipta dari masyarakat Bali. Dengan demikian tari pendet adalah kebudayaan Bali. Berhubung Bali adalah wilayah Republik Indonesia maka tari pendet itu adalah menjadi kebudayaan Indonesia. Begitu juga untuk kebudayaan-kebudayaan daerah yang lain. Sepengetahuan saya tidak pernah Indonesia mengklaim kebudayaan negara lain. Barongsai tumbuh subur di Indonesia tapi tidak pernah Indonesia memasukkan Barongsai ke dalam kebudayaan Indonesia karena Barongsai lahir di China. Masyarakat Indonesia hanya memainkan saja tanpa mengklaim.
Bagaimana jika wilayah tempat kebudayaan itu lahir tidak lagi mengamalkannya sementara di negara lain ada yang mengamalkannya? Siapa yang berhak mengakui kebudayaan itu? Menurut saya tetap saja negara yang hanya mengamalkan itu tidak berhak mengklaim. Kita ambil contoh sederhana. Hara-kiri adalah kebudayaan Jepang dimana para samurai membunuh dirinya sendiri akibat tidak bisa menahan malunya. Budaya ini boleh dibilang sudah tidak dijalankan lagi di Jepang. Ketika ternyata ada samurai di Indonesia dan ia melakukan hara-kiri apakah Indonesia boleh mengakui hara-kiri itu budaya Indonesia? Tentu tidak kan? Yang ada malah Indonesia ditertawakan dunia internasional.
Kesimpulannya menurut saya seharusnya kita samakan dulu perspektif dalam memandang budaya antara Indonesia dan Malaysia. Perspektif yang benar menurut saya yang benar yang dari Indonesia. Bukan karena saya orang Indonesia kemudian saya berpendapat seperti itu. Alasan saya mengatakan seperti itu karena kebudayaan itu tercipta bukan hanya terwariskan saja. Mendoan dan Getuk Goreng adalah makanan khas Banyumas. Meskipun diproduksi dan dijual di Jogja, dua makanan itu tetap saja makanan khas Banyumas. Penjualnya boleh saja turun temurun berjualan makanan itu namun pandangan orang tetap saja mengatakan Mendoan dan Getuk Goreng itu makanan Banyumas bukan Jogja.
Ketika perspektif itu sudah sama tentu konflik itu tidak akan tumbuh seperti sekarang ini. Selain itu seharusnya Malaysia tidak serta merta mendaftarkan segala sesuatu yang ada di negara itu menjadi miliknya karena yang mereka daftarkan itu juga tumbuh subur di negara lain. Sate, pisang goreng, nasi goreng, ketupat, nasi tumpeng, air kelapa dan makanan lainnya saya kira bukan milik siapa-siapa. Seharusnya itu tidak perlu didaftarkan sebagai makanan Malaysia. Sate dan sebagainya itu mungkin bisa dibilang makanan yang netral, namun rendang? Makanan ini juga adalah makanan khas sebuah wilayah di Indonesia jadi sangat mungkin mengundang protes dari masyarakat Indonesia

sumber : http://yasiralkaf.wordpress.com/2009/10/03/antara-budaya-indonesia-dan-budaya-malaysia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar