Antara Budaya Indonesia dan Budaya Malaysia
Posted by Oktober 3, 2009
pada
JUMAT,
2 Oktober 2009 menjadi hari yang bersejarah bagi rakyat Indonesia.
Batik sebagai salah satu kebudayaan khas Indonesia diakui UNESCO sebagai
kebudayaan Indonesia. Resminya batik diakui sebagai budaya bukan benda
warisan manusia [intengible cultural heritage of humanity]. Rilis resmi UNESCO bisa dilihat di sini.
Batik yang dimaksudkan disini adalah batik tulis bukan batik cap.
Pengakuan UNESCO terhadap batik ini menjadi cukup riuh dikarenakan
sempat menegangnya hubungan Indonesia dan Malaysia akibat ‘pengklaiman
budaya-budaya’ Indonesia oleh Malaysia. Dan batik ini konon juga
termasuk ke dalam salah satu budaya yang juga diklaim Malaysia
Saya belum pernah ke Malaysia jadi kurang tahu bagaimana batik Malaysia. Namun berdasarkan website yang saya kunjungi, batik Malaysia itu lebih cenderung ke batik cap bukan batik tulis.
Jadi antara batik Malaysia dan batik Indonesia yang diakui UNESCO
sebagai budaya asli Indonesia itu sepertinya adalah dua bentuk yang
berbeda
Bukan batik yang akan saya bahas di sini
tapi lebih cenderung ke perseteruan budaya yang akan saya bahas. Jujur
saya sering gerah dengan polah Malaysia yang ‘suka mengklaim’
budaya-budaya Indonesia. Berawal dari kegerahan itu kemarin saya mampir
ke warisan.gov.my. Website itu adalah website resmi Kementerian
Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia. Di situ dicantumkan
budaya-budaya milik Malaysia. Untuk melihat list lengkapnya bisa langsung merujuk ke sini.
Sebelumnya
patut diketahui dulu apa itu budaya. Definisi paling sederhana, yang
sering sekali diajarkan di sekolah-sekolah, dari sebuah budaya adalah hasil karya, rasa dan cipta dari suatu masyarakat.
Oleh karena itu yang namanya kebudayaan tidak hanya berbentuk barang
atau benda tapi juga berbentuk abstrak. Kebudayaan itu lahir dari
sekelompok masyarakat yang tinggal disuatu wilayah. Sekelompok orang itu
nantinya akan membentuk sebuah adat istiadat sendiri.Adat istiadat itu
akan melahirkan berbagai mocam produk seperti sistem sosial, tarian,
makanan, benda-benda khas, upacara dan bentuk produk lainnya. Bentuk
produk itulah baik yang berwujud materiil atau abstrak yang dinamakan
sebagai budaya.
Kembali ke kebudayaan yang ada di daftar
Kementrian Malaysia. Daftar yang dirilis itu membagi kebudayaan Malaysia
menjadi tiga jenis kategori yaitu Tapak Warisan [semacam bangunan
bersejarah], Objek Warisan [berbagai objek kebudayaan baik yang berupa
tarian, musik, makanan dan rupa budaya lainnya] serta Orang Hidup
[tokoh-tokoh penting]. Fokus kita ada di objek warisan. Item yang
termaktub di kategori Objek Warisan itu ada yang berupa tarian, makanan,
permaianan, alat musik, upacara adat, lukisan dan benda-benda Di daftar
yang jumlahnya mencapai 218 item ini jangan kaget jika menemui banyak
sekali item yang sangat akrab di telinga kita.
Makanan misalnya anda akan menjumpai
rendang, sate, pisang goreng, nasi goreng, ketupat, nasi tumpeng, air
kelapa, serundeng, otak-otak dan lain sebagainya. Di alat musik kita
akan melihat ada gamelan di situ. Beberapa item lain yang cukup akrab
ditelinga kita yaitu wayang kulit, gasing dan pantun. Masih ada satu
lagi yang cukup mengejutkan, khitan [beberapa menyebutnya sebagai sunat]
yang merupakan tradisi Islam bagi anak laki-laki juga terdaftar di
situ.
Pada tahapan ini akhirnya saya
berkesimpulan ada perbedaan perspektif antara Indonesia dan Malaysia
dalam memandang arti sebuah budaya. Sepertinya Malaysia menganggap
segala tradisi yang tumbuh turun temurun di negara itu, entah darimana
asalnya, adalah merupakan kebudayaan Malaysia. Jadi ketika misalnya ada
orang dari suatu daerah negara lain tinggal di Malaysia dan mengamalkan
kebudayaan daerahnya turun temurun kepada anak cucunya, maka kebudayaan
itu menjadi kebudayaan Malaysia. Itulah juga mungkin kenapa daftar
kebudayaan yang dirilis itu disebut sebagai warisan. Hal ini juga
diperkuat oleh pendapat orang-orang Malaysia di forum-forum yang
menyatakan di Malaysia banyak keturunan orang Jawa dan tentunya mereka
berhak mengamalkan kebudayaan moyangnya itu di sana. Bukti paling kuat
adalah banyaknya kebudayaan berbau Melayu di daftar itu meskipun
lagi-lagi banyak warga Malaysia yang menyatakan Melayu itu adalah suku
asal Indonesia dan Malaysia. Bukti kuat lainnya ya tradisi berkhitan itu
yang juga didaftarkan pemerintah Malaysia.
Di Indonesia sepengetahuan saya
perspektifnya berbeda dalam memahami sebuah budaya. Budaya itu ya
seperti di definisi awal adalah sesuatu yang tercipta dan berkembang di wilayah itu [bukan sekedar diwariskan].
Misalnya tari pendet. Tarian itu adalah tarian yang tercipta dari
masyarakat Bali. Dengan demikian tari pendet adalah kebudayaan Bali.
Berhubung Bali adalah wilayah Republik Indonesia maka tari pendet itu
adalah menjadi kebudayaan Indonesia. Begitu juga untuk
kebudayaan-kebudayaan daerah yang lain. Sepengetahuan saya tidak pernah
Indonesia mengklaim kebudayaan negara lain. Barongsai tumbuh subur di
Indonesia tapi tidak pernah Indonesia memasukkan Barongsai ke dalam
kebudayaan Indonesia karena Barongsai lahir di China. Masyarakat
Indonesia hanya memainkan saja tanpa mengklaim.
Bagaimana jika wilayah tempat kebudayaan
itu lahir tidak lagi mengamalkannya sementara di negara lain ada yang
mengamalkannya? Siapa yang berhak mengakui kebudayaan itu? Menurut saya
tetap saja negara yang hanya mengamalkan itu tidak berhak mengklaim.
Kita ambil contoh sederhana. Hara-kiri adalah kebudayaan Jepang dimana
para samurai membunuh dirinya sendiri akibat tidak bisa menahan malunya.
Budaya ini boleh dibilang sudah tidak dijalankan lagi di Jepang. Ketika
ternyata ada samurai di Indonesia dan ia melakukan hara-kiri apakah
Indonesia boleh mengakui hara-kiri itu budaya Indonesia? Tentu tidak
kan? Yang ada malah Indonesia ditertawakan dunia internasional.
Kesimpulannya menurut saya seharusnya
kita samakan dulu perspektif dalam memandang budaya antara Indonesia dan
Malaysia. Perspektif yang benar menurut saya yang benar yang dari
Indonesia. Bukan karena saya orang Indonesia kemudian saya berpendapat
seperti itu. Alasan saya mengatakan seperti itu karena kebudayaan itu tercipta bukan hanya terwariskan saja.
Mendoan dan Getuk Goreng adalah makanan khas Banyumas. Meskipun
diproduksi dan dijual di Jogja, dua makanan itu tetap saja makanan khas
Banyumas. Penjualnya boleh saja turun temurun berjualan makanan itu
namun pandangan orang tetap saja mengatakan Mendoan dan Getuk Goreng itu
makanan Banyumas bukan Jogja.
Ketika perspektif itu sudah sama tentu
konflik itu tidak akan tumbuh seperti sekarang ini. Selain itu
seharusnya Malaysia tidak serta merta mendaftarkan segala sesuatu yang
ada di negara itu menjadi miliknya karena yang mereka daftarkan itu juga
tumbuh subur di negara lain. Sate, pisang goreng, nasi goreng, ketupat,
nasi tumpeng, air kelapa dan makanan lainnya saya kira bukan milik
siapa-siapa. Seharusnya itu tidak perlu didaftarkan sebagai makanan
Malaysia. Sate dan sebagainya itu mungkin bisa dibilang makanan yang
netral, namun rendang? Makanan ini juga adalah makanan khas sebuah
wilayah di Indonesia jadi sangat mungkin mengundang protes dari
masyarakat Indonesia
sumber : http://yasiralkaf.wordpress.com/2009/10/03/antara-budaya-indonesia-dan-budaya-malaysia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar